Rabu, 31 Juli 2013

Belajar Pantun *)


Anak nelayan belum berlayar
turun ke laut mencari lukan
Saya memang baru belajar
Kalau salah mohon maafkan
--- Kario Kurawa, Ketawai, 2005

Dalam pergaulan formal, pantun sudah diperkenalkan melalui pelajaran Bahasa Indonesia sejak kelas 1 SD, walaupun masih sebatas karya pantun, bukan teori dan seluk-beluknya. Karena tidak menjadi bagian penting dalam sebuah kurikulum sekolah, pantun lambat-laun hanya sebatas “kepentingan formal” itu sendiri.

Sementara dalam pergaulan informal, pantun menjadi bagian dari pembicaraan (komunikasi) dalam pergaulan sebagian masyarakat sehari-hari, atau dikenal sebagai sastra lisan. Tak jarang orang melampirkan pantun dalam obrolan. Namun di beberapa daerah di Indonesia, pantun selalu menjadi bagian suatu pembicaraan dalam pergaulan, termasuk syarat penting dalam sebuah hajatan adat-istiadat.

Pada pesatnya perkembangan teknologi informasi-komunikasi akhir-akhir ini, termasuk munculnya jejaring sosial bernama fesbuk (facebook) beberapa tahun lalu, lalu disusul pula oleh lahirnya grup Pantun yang tidak jelas siapa “bapak”, siapa saja “bidan”-nya, dan kapan tepatnya dilahirkan. Sementara di dalamnya berisi orang-orang dari beragam kalangan, baik kalangan sastrawan senior, pendidik-pelajar, pegawai, buruh, dan lain-lain.

Dalam perjalanannya, sebagian anggota tampak sangat rajin menetaskan pantun, baik menyampirkannya sebagai pantun mandiri maupun sebagai bagian komentar atau berbalas pantun. Sudah asyik menetaskan pantun, tampaknya sebagian dari mereka ternyata lupa mengenai teori pantun ketika ada semacam diskusi singkat mengenai pantun yang begini-begitu.

Di sisi lain, rupa-rupanya para pengelolanya sedang mendokumentasikan pantun-pantun yang tertampil dalam grup ini. Berdasarkan bocorannya, ada rencana untuk menerbitkan pantun-pantun tersebut dalam sebuah buku. Tentu saja rencana dan usaha mereka pantas mendapat apresiasi yang bagus.    

Oleh karenanya, dengan niat belajar bersama, tulisan ini pun diaktualisasikan kembali sebagai sedikit pengingat pelajaran usang mengenai Pantun.


Pantun dan Puisi Lama
Bentuk puisi lama, yang berupa sastra lisan, ialah mantera, bidal, pantun kilat (karmina), pantun, pantun berkait, dan talibun

Setelah kedatangan bangsa Hindu kita mengenal bentuk lainnya, yaitu seloka, dan gurindam. Masuknya Islam memperkenalkan kita bentuk puisi syair. Bentuk-bentuk puisi lama lainnya yang tidak dikenal oleh masyarakat Indonesia; yang diambil dari bahasa Parsi dan Arab, ialah gazal, nazam, rubayat atau ruba’i, kit’ah, dan masnawi.

Tulisan saduran ini hanya akan terfokus kepada pantun, yaitu pantun kilat atau karmina, pantun, pantun berkait atau pantun berantai, talibun, dan seloka

1.         Pantun Kilat atau Karmina

a.         Pengertian
Dinamai “pantun kilat” karena lebih pendek dari pantun biasa, yaitu hanya dua (2) baris dalam satu (1) bait. Baris pertama (I) disebut sampiran (kulit), yang berfungsi menciptakan persamaan bunyi pada ujung baris kedua. Baris kedua (II) disebut isi. Isi karmina biasanya olok-olok.

b.        Bentuk
Tiap baris biasanya terdiri dari empat (4) kata. Jumlah suku kata dalam satu (1) barisnya antara 8 – 12.

c.         Rumus
Rumus satu (1) baitnya: a-a

d.        Contoh
Banyak udang banyak garamnya (sampiran; a)
Banyak orang banyak ragamnya (isi; a)

Dahulu parang sekarang besi (sampiran; a)
Dahulu sayang sekarang benci (isi; a)

Contoh menghitung kata dan suku kata :
Jumlah kata :
banyak (1 kata), udang (1 kata), banyak (1 kata), garamnya (1 kata), maka jumlahnya empat (4) kata.

Jumlah suku kata :
Ba-nyak (2 suku kata), u-dang (2 suku kata), ba-nyak (2 suku kata), ga-ram-nya (3 suku kata), maka jumlah suku katanya sembilan (9) suku kata.

2.         Pantun

a.         Pengertian
Pantun ialah bentuk puisi lama yang terdiri dari empat (4) baris dalam satu (1) bait.

Baris pertama (I) dan baris kedua (II) disebut sampiran, yaitu bagian obyektif, yang biasanya berupa lukisan alam atau apa saja yang dapat diambil sebagai kiasan.

Baris ketiga (III) dan baris keempat (IV) disebut isi, yaitu bagian subyektif.

b.        Bentuk
Sama halnya dengan pantun kilat atau karmina, setiap baris terdiri dari empat (4) kata. Jumlah suku kata dalam satu barisnya antara 8 – 12.

c.         Rumus
Rumusnya bersajak silang, yakni a-b-a-b, atau pada baris pertama-kedua (I-II) a-b, dan baris ketiga-keempat (III-IV) a-b

d.        Contoh
Anak rusa di rumpun salak (baris pertama; sampiran; a)
Patah tanduknya ditimpa genta (baris kedua; sampiran; b)
Riuh kerbau tergelak-gelak (baris ketiga; isi; a)
Melihat beruk berkacamata (baris keempat; isi; b)

e.        Pantun yang baik
Ada pendapat, bahwa pantun yang baik, atau disebut juga pantun mulia, adalah pantun yang memiliki hubungan inti saling terkait antara sampiran dan isinya.

Contohnya :
Telur itik dari Senggora (baris pertama; sampiran; a)
Pandan terletak dilangkahi (baris kedua; sampiran; b)
Darahnya titik di Singapura (baris ketiga; isi; a)
Badannya terhantar di Langkawi (baris keempat; isi; b)

Secara bentuk pantun tersebut memiliki beberapa persamaan huruf, kata, suku kata, atau bunyi, yang terkait :
Antara sampiran pertama dan sampiran kedua, yaitu :
Telur itik dari Senggora (baris pertama)
Pandan terletak dilangkahi (baris kedua)

Antara isi pertama dan isi kedua, yaitu :
Darahnya titik di Singapura (baris ketiga)
Badannya terhantar di Langkawi (baris keempat)

Antara sampiran pertama (baris pertama) dan isi pertama (baris ketiga), yaitu :
Huruf r pada kata telur  (baris pertama) dan darahnya (baris ketiga); itik (baris pertama) dan titik (baris ketiga); dari (baris pertama) dan di (baris ketiga) atau dari (baris pertama) dan darahnya (baris ketiga); Senggora (baris pertama) dan Singapura (baris ketiga).

Antara sampiran kedua (baris kedua) dan isi kedua (baris keempat), yaitu :
Suku kata –dan pada pandan (baris kedua) dan badannya (baris keempat); terletak (baris kedua) dan terhantar (baris keempat), dilangkahi  (baris kedua) dan di Langkawi (baris keempat).

Secara makna, antara sampiran dan isi memiliki kemiripan.
Telur berasal dari Senggora – sebuah kerajaan yang jauh sekali letaknya. Pandan adalah pandan yang dapat dilangkahi, artinya untuk mengambil telur itu harus melangkahi pandan di dekatnya.
Maksud isinya, ada suatu pembunuhan (darahnya titik alias selesai alias mati) yang terjadi di tempat jauh (Singapura), tapi mayatnya (badannya) dikubur (terhantar) jauh dari Singapura, yaitu di Langkawi.

f.          Jenis-jenis Pantun
Semula pantun terbagi dalam lima jenis berdasarkan suasana :
i.           Pantun Tua
ii.         Pantun Dagang (nasib)
iii.        Pantun Riang
iv.       Pantun Nasihat
v.         Pantun Muda

Dari suasana itu dibagi lagi berdasarkan usia pemakainya :
i.           Pantun anak-anak
(a)      Pantun Bersuka Cita, contohnya :
Elok rupanya si kumbang janti
dibawa itik pulangnya petang
Tidak terkata besarnya hati
melihat ibunda sudah datang

(b)     Pantun Berduka Cita, contohnya :
Jawi hitam tidak bertanduk
memakan rumput di antara batu
Lihatlah ayam tiada berinduk
demikian hidup anak piatu

ii.         Pantun Orang Muda
(a)      Pantun Dagang (Nasib), contohnya :
Singkarak kotanya tinggi,
asam pauhnya dari seberang
Awan berarak ditangisi,
badan jauh di rantau orang

(b)     Pantun Muda, yang terdiri dari Pantun Perkenalan, Pantun Percintaan, Pantun Perceraian atau perpisahan, dan Pantun Beriba Hati

Contoh Pantun Perkenalan:
Sampan kandas di ujung tanjung
karena dihadang hujan yang ngeri
Salam tersusun adat dijunjung
apa hajatnya datang ke mari

Sampan kandas jauh di suatu negeri
berebah diri capai tak sehat
Bukanlah sengaja datang ke mari
saya hendak sampaikan hajat

Di suatu negeri bertabur hio
sampan disimpan di dekat rawa
Datang disambut oleh Kario
silakan sampaikan hajat dibawa

Contoh Pantun Percintaan atau Pantun Berkasih-kasihan :
Jalan besar jalan pedati
Kuda lari kereta berlalu
Jangan gusar berkecil hati
Dengan saya bercintalah dulu

Contoh Pantun Perceraian atau Perpisahan :
Melayang sampai ke kaki gunung
Gunung pertapaan si Raja Buta
Siapa lagi yang adinda renung
Kanda tercinta nun jauh di mata

Contoh Pantun Beriba Hati :
Rusa terdampar di dalam lembah
Buntutnya hitam terkena bara
Resah adinda tinggal di rumah
Tidur bertilamkan banyak lara

iii.        Pantun Orang Tua, terdiri dari :
(a)      Pantun Nasihat, contohnya :
Berburu ke padang datar,
mendapat rusa belang di kaki
Berguru kepalang ajar,
bagai bunga kembang tak jadi

(b)     Pantun Adat, contohnya :
Lapun melapun ke Indragiri
singgah sebentar ke Batipuh
Ampun hamba tegak berdiri,
ujudnya duduk dengan bersimpuh

(c)      Pantun Agama, contohnya :
Kemumu di dalam semak,
jatuh melayang selaranya
Meski ilmu setinggi tegak
tidak sembahyang apa gunanya

Selanjutnya, di samping pembagian pantun di atas, berdasarkan isinya, terdiri dari :
i.           Pantun Jenaka, contohnya :
Jual bayam membeli kipas
kipas hilang di atas atap
Sejak ayam menjadi opas,
banyak elang yang tertangkap

Elok rupanya buah belimbing
tumbuh di dekat limau tungga
Eloknya berbini orang sumbing
biarpun marah tertawa juga

ii.         Pantun Teka-Teki, contohnya :
Burung nuri burung dara
terbang ke sisi taman kayangan
Cobalah cari wahai Saudara,
Makin diisi makinlah ringan

Pada perkembangannya yang mengikuti jaman, muncul pula pantun yang dikenal dengan istilah Pantun Mbeling, meski sebenarnya tetap berpegang pada bentuk dan rumus pantun biasanya. Pada pantun ini, sampiran bisa berisi hal-hal yang mbeling, humor, nakal, bahkan tidak masuk akal atau tidak lazim. Begitu pula isinya. Hal ini mengingatkan kita kepada Puisi Mbeling.   

3.         Pantun Berkait atau Pantun Berantai

a.         Pengertian
Pantun Berkait atau juga Pantun Berantai adalah pantun yang berhubungan, baik sampiran maupun isinya.

Baris kedua (II) dan baris keempat (IV) pada satu bait menjadi baris pertama (I) dan baris ketiga (III) pada bait pantun berikutnya.

b.        Contoh

Pokok beringin di tepi huma,
pucuk melampai menghela ke belukar (baris II)
Hati ingin melihat bunga,
bunga dilengkung ular yang besar (baris IV)

Pucuk melampai menghela ke belukar, (sama dengan baris II bait I)
mati dililit ribu-ribu.
Bunga dilengkung ular yang besar, (sama dengan baris IV bait I)
carilah akal dengannya tipu.

4.         Talibun

a.         Pengertian
Talibun adalah pantun yang lebih dari empat (4) baris tetapi jumlahnya selalu genap, yaitu 6, 8, 10, 12, dan seterusnya.

Separuh dari bait pertama merupakan sampiran, dan separuhnya lagi merupakan isinya.

b.        Bentuk
Jumlah suku kata setiap barisnya sama dengan pantun, yakni 8 – 12.

c.         Rumus
Rumus Talibun adalah a-b-c  a-b-c; a-b-c-d  a-b-c-d, dan seterusnya

d.        Contoh
Baik ditanam batang padi, (sampiran , a)
jauhkan tampang anak pisang, (sampiran , b)
halaukan sapi dalam rimba (sampiran, c)
Adakah penyayang orang sini, (isi, a)
bawa penumpang anak dagang, (isi, b)
kalau nanti membalas guna. (isi, c)

5.         Seloka

Seloka sama dengan pantun, yaitu empat (4) baris dalam satu (1) bait. Namun tafsiran bentuk seloka bermacam-macam, diantaranya :

a.         Menurut Dr. C. Hooykaas.
Menurut Dr. C. Hooykaas, seloka adalah pantun yang mengandung kiasan atau ibarat. Berupa puisi 4 seuntai dan berirama a-a-a-a.

Contohnya :
Sudah bertudung terandak Bintan,
dengan siapa saya sesalkan.
Sudah untung peminta badan,
pagar siapa saya sesarkan ?

b.        Menurut Amir Hamzah
Menurut Amir Hamzah, seloka adalah pantun yang antara sampiran dan isinya mempunyai hubungan arti.

Contohnya :
Jalan-jalan ke kampung dalam,
singgah-menyinggah di pagar orang
Pura-pura mencari ayam,
ekor mata di anak orang.


----- o000o-----

Daftar Pustaka:
Kurawa, Kario. 2005. Pantun Melayu Bangka : Ketawai. Bangka Tengah : Kurau.
Redaksi Balai Pustaka. 2008. Seri Sastra Nostalgia : Pantun Melayu. Jakarta : Balai Pustaka
Surana, FX, dkk. 1980. Ikhtisar: Teori dan Apresiasi Sastra Indonesia Untuk SMA. Solo: Tiga Serangkai.

*) Tulisan ini secara sengaja dibuat untuk belajar bersama di Grup Pantun, Facebook. Apabila ada yang salah, keliru, atau kurang, mohon bantuan kawan-kawan Grup Pantun untuk memperbaiki, dan melengkapi.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar