Anak nelayan belum berlayar
turun ke laut
mencari lukan
Saya memang baru
belajar
Kalau salah mohon
maafkan
--- Kario Kurawa, Ketawai,
2005
Dalam pergaulan formal, pantun sudah diperkenalkan
melalui pelajaran Bahasa Indonesia sejak kelas 1 SD, walaupun masih sebatas
karya pantun, bukan teori dan seluk-beluknya. Karena tidak menjadi bagian
penting dalam sebuah kurikulum sekolah, pantun lambat-laun hanya sebatas
“kepentingan formal” itu sendiri.
Sementara dalam pergaulan informal, pantun menjadi bagian
dari pembicaraan (komunikasi) dalam pergaulan sebagian masyarakat sehari-hari,
atau dikenal sebagai sastra lisan. Tak jarang orang melampirkan pantun dalam
obrolan. Namun di beberapa daerah di Indonesia, pantun selalu menjadi bagian suatu
pembicaraan dalam pergaulan, termasuk syarat penting dalam sebuah hajatan
adat-istiadat.
Pada pesatnya perkembangan teknologi informasi-komunikasi
akhir-akhir ini, termasuk munculnya jejaring sosial bernama fesbuk (facebook) beberapa tahun lalu, lalu disusul
pula oleh lahirnya grup Pantun yang tidak jelas siapa “bapak”, siapa saja “bidan”-nya,
dan kapan tepatnya dilahirkan. Sementara di dalamnya berisi orang-orang dari
beragam kalangan, baik kalangan sastrawan senior, pendidik-pelajar, pegawai,
buruh, dan lain-lain.
Dalam perjalanannya, sebagian anggota tampak sangat rajin
menetaskan pantun, baik menyampirkannya sebagai pantun mandiri maupun sebagai
bagian komentar atau berbalas pantun. Sudah asyik menetaskan pantun, tampaknya sebagian
dari mereka ternyata lupa mengenai teori pantun ketika ada semacam diskusi
singkat mengenai pantun yang begini-begitu.
Di sisi lain, rupa-rupanya para pengelolanya sedang
mendokumentasikan pantun-pantun yang tertampil dalam grup ini. Berdasarkan
bocorannya, ada rencana untuk menerbitkan pantun-pantun tersebut dalam sebuah
buku. Tentu saja rencana dan usaha mereka pantas mendapat apresiasi yang bagus.
Oleh karenanya, dengan niat belajar bersama, tulisan ini
pun diaktualisasikan kembali sebagai sedikit pengingat pelajaran usang mengenai
Pantun.
Pantun dan Puisi
Lama
Bentuk puisi lama, yang berupa sastra lisan, ialah
mantera, bidal, pantun kilat (karmina), pantun, pantun berkait, dan talibun
Setelah kedatangan bangsa Hindu kita mengenal bentuk
lainnya, yaitu seloka, dan gurindam. Masuknya Islam memperkenalkan kita bentuk
puisi syair. Bentuk-bentuk puisi lama lainnya yang tidak dikenal oleh
masyarakat Indonesia; yang diambil dari bahasa Parsi dan Arab, ialah gazal,
nazam, rubayat atau ruba’i, kit’ah, dan masnawi.
Tulisan saduran ini hanya akan terfokus kepada pantun,
yaitu pantun kilat atau karmina, pantun, pantun berkait atau pantun berantai,
talibun, dan seloka
1.
Pantun Kilat atau Karmina
a.
Pengertian
Dinamai “pantun kilat” karena lebih pendek dari pantun
biasa, yaitu hanya dua (2) baris dalam satu (1) bait. Baris pertama (I) disebut
sampiran (kulit), yang berfungsi
menciptakan persamaan bunyi pada ujung baris kedua. Baris kedua (II) disebut isi. Isi karmina biasanya olok-olok.
b.
Bentuk
Tiap baris biasanya terdiri dari empat (4) kata. Jumlah
suku kata dalam satu (1) barisnya antara 8 – 12.
c.
Rumus
Rumus satu (1) baitnya: a-a
d.
Contoh
Banyak udang banyak garamnya (sampiran; a)
Banyak orang banyak ragamnya (isi; a)
Dahulu parang sekarang besi (sampiran; a)
Dahulu sayang sekarang benci (isi; a)
Contoh menghitung kata dan suku kata :
Jumlah kata :
banyak (1 kata), udang (1 kata), banyak (1 kata),
garamnya (1 kata), maka jumlahnya empat (4) kata.
Jumlah suku kata :
Ba-nyak (2 suku kata), u-dang (2 suku kata), ba-nyak (2
suku kata), ga-ram-nya (3 suku kata), maka jumlah suku katanya sembilan (9)
suku kata.
2.
Pantun
a.
Pengertian
Pantun ialah bentuk puisi lama yang terdiri dari empat (4)
baris dalam satu (1) bait.
Baris pertama (I) dan baris kedua (II) disebut sampiran, yaitu bagian obyektif, yang biasanya berupa lukisan
alam atau apa saja yang dapat diambil sebagai kiasan.
Baris ketiga (III) dan baris keempat (IV) disebut isi, yaitu bagian subyektif.
b.
Bentuk
Sama halnya dengan pantun kilat atau karmina, setiap
baris terdiri dari empat (4) kata. Jumlah suku kata dalam satu barisnya antara
8 – 12.
c.
Rumus
Rumusnya bersajak silang, yakni a-b-a-b, atau pada baris
pertama-kedua (I-II) a-b, dan baris ketiga-keempat (III-IV) a-b
d.
Contoh
Anak rusa di rumpun salak (baris pertama;
sampiran; a)
Patah tanduknya ditimpa genta (baris kedua;
sampiran; b)
Riuh kerbau tergelak-gelak (baris ketiga; isi; a)
Melihat beruk berkacamata (baris keempat; isi; b)
e.
Pantun yang baik
Ada pendapat, bahwa pantun
yang baik, atau disebut juga pantun
mulia, adalah pantun yang memiliki hubungan inti saling terkait antara
sampiran dan isinya.
Contohnya :
Telur itik dari Senggora (baris pertama; sampiran;
a)
Pandan terletak dilangkahi (baris kedua; sampiran;
b)
Darahnya titik di Singapura (baris ketiga; isi; a)
Badannya terhantar di Langkawi (baris keempat;
isi; b)
Secara bentuk pantun tersebut memiliki beberapa persamaan
huruf, kata, suku kata, atau bunyi, yang terkait :
Antara sampiran pertama
dan sampiran kedua, yaitu :
Telur itik dari
Senggora (baris pertama)
Pandan terletak
dilangkahi (baris kedua)
Antara isi pertama
dan isi kedua, yaitu :
Darahnya titik di
Singapura (baris ketiga)
Badannya terhantar
di Langkawi (baris keempat)
Antara sampiran
pertama (baris pertama) dan isi
pertama (baris ketiga), yaitu :
Huruf r pada kata telur
(baris pertama) dan darahnya (baris ketiga); itik (baris pertama) dan titik (baris ketiga); dari (baris
pertama) dan di (baris
ketiga) atau dari (baris
pertama) dan darahnya (baris
ketiga); Senggora (baris
pertama) dan Singapura
(baris ketiga).
Antara sampiran
kedua (baris kedua) dan isi kedua
(baris keempat), yaitu :
Suku kata –dan pada pandan (baris kedua) dan badannya
(baris keempat); terletak
(baris kedua) dan terhantar
(baris keempat), dilangkahi (baris kedua) dan di Langkawi (baris keempat).
Secara makna, antara sampiran dan isi memiliki kemiripan.
Telur berasal
dari Senggora – sebuah kerajaan yang
jauh sekali letaknya. Pandan adalah
pandan yang dapat dilangkahi, artinya untuk mengambil telur itu harus melangkahi pandan di dekatnya.
Maksud isinya, ada suatu pembunuhan (darahnya titik alias
selesai alias mati) yang terjadi di tempat jauh (Singapura), tapi mayatnya (badannya)
dikubur (terhantar) jauh dari
Singapura, yaitu di Langkawi.
f.
Jenis-jenis Pantun
Semula pantun terbagi dalam lima jenis berdasarkan suasana :
i.
Pantun Tua
ii.
Pantun Dagang (nasib)
iii.
Pantun Riang
iv. Pantun
Nasihat
v.
Pantun Muda
Dari suasana itu dibagi lagi berdasarkan usia pemakainya :
i.
Pantun anak-anak
(a) Pantun
Bersuka Cita, contohnya :
Elok rupanya si
kumbang janti
dibawa itik
pulangnya petang
Tidak terkata
besarnya hati
melihat ibunda
sudah datang
(b) Pantun
Berduka Cita, contohnya :
Jawi hitam tidak
bertanduk
memakan rumput di
antara batu
Lihatlah ayam tiada
berinduk
demikian hidup anak
piatu
ii.
Pantun
Orang Muda
(a) Pantun Dagang (Nasib), contohnya :
Singkarak kotanya
tinggi,
asam pauhnya dari
seberang
Awan berarak
ditangisi,
badan jauh di
rantau orang
(b) Pantun Muda, yang terdiri dari Pantun Perkenalan, Pantun Percintaan, Pantun Perceraian
atau perpisahan, dan Pantun Beriba Hati
Contoh Pantun Perkenalan:
Sampan kandas di
ujung tanjung
karena dihadang
hujan yang ngeri
Salam tersusun adat
dijunjung
apa hajatnya datang
ke mari
Sampan kandas jauh
di suatu negeri
berebah diri capai
tak sehat
Bukanlah sengaja
datang ke mari
saya hendak
sampaikan hajat
Di suatu negeri bertabur
hio
sampan disimpan di
dekat rawa
Datang disambut oleh
Kario
silakan sampaikan
hajat dibawa
Contoh Pantun
Percintaan atau Pantun
Berkasih-kasihan :
Jalan besar jalan
pedati
Kuda lari kereta
berlalu
Jangan gusar
berkecil hati
Dengan saya
bercintalah dulu
Contoh Pantun
Perceraian atau Perpisahan :
Melayang sampai ke
kaki gunung
Gunung pertapaan si
Raja Buta
Siapa lagi yang
adinda renung
Kanda tercinta nun
jauh di mata
Contoh Pantun
Beriba Hati :
Rusa terdampar di
dalam lembah
Buntutnya hitam
terkena bara
Resah adinda
tinggal di rumah
Tidur bertilamkan
banyak lara
iii.
Pantun
Orang Tua, terdiri dari :
(a) Pantun Nasihat, contohnya :
Berburu ke padang
datar,
mendapat rusa
belang di kaki
Berguru kepalang
ajar,
bagai bunga kembang
tak jadi
(b) Pantun Adat, contohnya :
Lapun melapun ke
Indragiri
singgah sebentar ke
Batipuh
Ampun hamba tegak
berdiri,
ujudnya duduk
dengan bersimpuh
(c) Pantun Agama, contohnya :
Kemumu di dalam
semak,
jatuh melayang
selaranya
Meski ilmu setinggi
tegak
tidak sembahyang
apa gunanya
Selanjutnya, di samping pembagian pantun di atas, berdasarkan isinya, terdiri dari :
i.
Pantun
Jenaka, contohnya :
Jual bayam membeli
kipas
kipas hilang di
atas atap
Sejak ayam menjadi
opas,
banyak elang yang
tertangkap
Elok rupanya buah
belimbing
tumbuh di dekat
limau tungga
Eloknya berbini
orang sumbing
biarpun marah
tertawa juga
ii.
Pantun
Teka-Teki, contohnya :
Burung nuri burung
dara
terbang ke sisi
taman kayangan
Cobalah cari wahai
Saudara,
Makin diisi
makinlah ringan
Pada perkembangannya yang mengikuti jaman, muncul pula
pantun yang dikenal dengan istilah Pantun
Mbeling, meski sebenarnya tetap berpegang pada bentuk dan rumus pantun
biasanya. Pada pantun ini, sampiran
bisa berisi hal-hal yang mbeling, humor, nakal, bahkan tidak masuk akal atau
tidak lazim. Begitu pula isinya. Hal ini mengingatkan kita kepada Puisi Mbeling.
3.
Pantun Berkait atau Pantun Berantai
a.
Pengertian
Pantun Berkait atau juga Pantun Berantai adalah pantun yang
berhubungan, baik sampiran maupun isinya.
Baris kedua (II) dan baris keempat (IV) pada satu bait
menjadi baris pertama (I) dan baris ketiga (III) pada bait pantun berikutnya.
b.
Contoh
Pokok beringin di tepi huma,
pucuk melampai
menghela ke belukar (baris II)
Hati ingin melihat bunga,
bunga dilengkung
ular yang besar (baris IV)
Pucuk melampai
menghela ke belukar, (sama dengan baris II bait I)
mati dililit ribu-ribu.
Bunga dilengkung
ular yang besar, (sama dengan baris IV bait I)
carilah akal dengannya tipu.
4.
Talibun
a.
Pengertian
Talibun
adalah pantun yang lebih dari empat (4) baris tetapi jumlahnya selalu genap,
yaitu 6, 8, 10, 12, dan seterusnya.
Separuh dari bait pertama merupakan sampiran, dan separuhnya lagi merupakan isinya.
b.
Bentuk
Jumlah
suku kata setiap barisnya sama dengan pantun, yakni 8 – 12.
c.
Rumus
Rumus
Talibun adalah a-b-c a-b-c; a-b-c-d a-b-c-d, dan seterusnya
d.
Contoh
Baik ditanam
batang padi, (sampiran , a)
jauhkan tampang
anak pisang, (sampiran , b)
halaukan sapi
dalam rimba (sampiran, c)
Adakah
penyayang orang sini, (isi, a)
bawa penumpang
anak dagang, (isi, b)
kalau nanti membalas
guna. (isi, c)
5.
Seloka
Seloka sama dengan pantun, yaitu empat (4) baris dalam
satu (1) bait. Namun tafsiran bentuk seloka bermacam-macam, diantaranya :
a.
Menurut Dr. C. Hooykaas.
Menurut Dr. C. Hooykaas, seloka adalah pantun yang mengandung kiasan atau ibarat. Berupa puisi 4
seuntai dan berirama a-a-a-a.
Contohnya
:
Sudah bertudung terandak Bintan,
dengan siapa saya sesalkan.
Sudah untung peminta badan,
pagar siapa saya sesarkan ?
b.
Menurut Amir Hamzah
Menurut Amir Hamzah, seloka
adalah pantun yang antara sampiran dan isinya mempunyai hubungan arti.
Contohnya :
Jalan-jalan ke
kampung dalam,
singgah-menyinggah
di pagar orang
Pura-pura mencari
ayam,
ekor mata di anak
orang.
----- o000o-----
Daftar Pustaka:
Kurawa, Kario. 2005. Pantun
Melayu Bangka : Ketawai. Bangka Tengah : Kurau.
Redaksi Balai Pustaka. 2008. Seri Sastra Nostalgia : Pantun Melayu. Jakarta : Balai Pustaka
Surana, FX, dkk. 1980. Ikhtisar: Teori dan Apresiasi Sastra Indonesia Untuk SMA. Solo:
Tiga Serangkai.
*) Tulisan ini secara sengaja dibuat untuk belajar
bersama di Grup Pantun, Facebook. Apabila ada yang salah, keliru, atau kurang,
mohon bantuan kawan-kawan Grup Pantun untuk memperbaiki, dan melengkapi.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar